Sudah lama tidak nulis jadi tergelitik  melihat ada foto anak-anak Bumisegoro di atas. Foto ini diambil tanpa  izin dari wesitenya Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan  (http://tnp2k.wapresri.go.id). judulnya Tarian Anak di Desa  Bumisegoro-Borobudur-Magelang, Upaya Sinergitas Program PNPM.
Idenya bagus, untuk mengakali  keterbatasan dana, dibuatlah sinergitas antara pengembangan destinasi  pariwisata dan PNPM Mandiri. Sebagaimana nampak dari foto di atas, fokus  utama foto adalah dua pejabat dari instansi terkait. Pak Firmansyah  Rahim (berambut putih, teknokrat dari Bappenas, sempat beberapa waktu di  Setneg, staf ahli menteri Pariwisata dan kemudian menjadi Dirjen  Pengembangan Destinasi Pariwisata) dan Dr. Sujana Royat, DEA (Deputi  Menko Kesra Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan yang juga Ketua  Pelaksana Pokja Pengendali PNPM Mandiri). Secara garis besar sinergitas 2  instansi ini hanya bagian kecil dari big picture sinergitas yang  dikehendaki, sinergitas lintas stakeholder. melibatkan semua instansi  dan institusi lain yang berkepentingan. Misalnya kementerian pertanian,  PU, pendidikan, agama, sosial, masyarakat, pengusaha dst.  Filosofinya  adalah fokus.
selama ini yang terjadi anggaran yang  terbatas dibagi ke banyak titik sehingga hanya sekali datang dan  kemudian hilang, tidak berbekas. Diibaratkan rintik gerimis yang  tersebar di banyak tempat. Belakangan, setelah sekian lama pendekatan  divergen seperti itu tidak membuahkan hasil muncul kesadaran untuk  merubah pola menjadi pendekatan konvergen, melalui sinergitas,  diibaratkan hujan yang “awet gede” di sedikit lokasi terpilih, dengan  frekuensi dan intensitas yang memadai. Menurut hemat penulis 200 desa  wisata yang menjadi “fokus” 5 tahun awal kementerian pariwisata juga  masih terlalu banyak alias kurang fokus.
sinergi 2 instansi ini merupakan awal  yang baik, karena selama ini kendala untuk konvergensi/sinergitas ada  pada ego sektoral dari masing-masing instansi.  selain ego sektoral,  secara teknis kendala muncul karena ketiadaan master plan yang menjadi  jembatan di antara masing-masing pemangku kepentingan.
momentum awal yang baik ini semoga  terjaga secara konsisten. karena konsistensi adalah kendala laten dalam  program-program yang diinisiasi pemerintah. Untuk itu peran serta  masyarakat untuk secara proaktif berpartisipasi dan mengawal menjadi  kata kuncinya.
kenapa masyarakat kudu repot? karena hal  ini menyangkut kesejahteraan mereka sendiri. Sebagai gambaran, di  Borobudur saat ini secara resmi ada 3.500 lapak pengasong yang datang  dari 20 desa sekitar. Kalau musim liburan sekolah atau lebaran, jumlah  pedagang asongan bisa lebih dari dua kali lipatnya. Kalau desa wisata  bisa berkembang bukannya para pengasong ini bisa menyebar, tidak tumplek  blek di candi borobudur.
Hitung-hitungan kasarnya begini. Pada  hari-hari biasa, jumlah pengunjung Candi Borobudur berkisar 2.000 hingga  4.000 orang per hari. Namun, khusus pada saat liburan seperti musim  liburan sekolah dan Lebaran, jumlah pengunjung bisa membeludak mencapai  40.000 hi ngga 50.000 orang per hari. Anggap saja, 5 % dari jumlah  pengunjung itu bisa ditarik ke desa wisata di sekitar Candi Borobudur.  Bukankah masih angka yang bisa nguripi (memberi nafkah)?
salah satu faktor krusial adalah itikad  baik dan kerjasama dari pengelola candi Borobudur untuk memfasilitasi  sepenuhnya. Mulai dari membuka akses dari Candi Borobudur ke desa wisata  di sekitarnya, menjadi dirigen pengembangan wisata kawasan, memberi  bimbingan teknis dll. Intinya jadikan pengelola candi borobudur sebagai  DMO, beri mereka target terkait pengembangan pariwisata kawasan dan ukur  kinerjanya.
sumber:http://bumisegoro.wordpress.com/ 
 

 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar